PASER - Penolakan terhadap kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah Sabtu (3/9/22) atas harga Pertalite dari Rp 7.650 /liter menjadi Rp 10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800 /liter dan Pertamax dari Rp 12.500 /liter naik menjadi Rp 14.500 /liter juga terjadi diberbagai daerah termaksud Wilayah Kal-Tim Kabupaten Paser.
Ketua Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD KAHMI) Kabupaten Paser, Drs.Azhar Baharuddin menyatakan, menolak kenaikan BBM tersebut dan menganggap Pemerintah Pusat kehilangan hati nurani hingga mengedepankan hitung-hitungannya ke masyarakat.
Baca juga:
Alex Wibisono: Gerindra dalam Turbulensi
|
"Terkhusus pada masyarakat menengah ke bawah yang memang dalam konstitusi diamanatkan memperoleh kesejahtraannya yang antaranya juga melalui penyaluran subsidi dari hasil keuntungan pengelolaan BUMN oleh Pemerintah". Tutur Azhar. Minggu, 4/9/2022.
Pada awak media indonesiasatu.co.id Azhar menyampaikan, ada beberapa alasan mengapa ia menolak kenaikan BBM tersebut. Pertama, sebagaimana diketahui, kenaikan tersebut akan menurunkan daya beli yang sekarang ini saja terprediksi turun 30%.
"Dengan naiknya BBM, maka daya beli masyarakat yang sejak pandemi menurun, tentu setelah adanya kebijakan sepihak ini, mengakibatkan daya beli dimasyarakat akan turun lagi lebih drastis". Terang Azhar.
Tentu disituasi yang sulit, Azhar berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Presiden dapat segera mencabut Kebijakannya. Agar efek domino yang selama ini telah menjadikan peningkatan angka inflansi naik 6, 5% hingga - 8%, dan telah membuat harga kebutuhan pokok meroket, tidak membuat masyarakat kecil tambah menderita.
"Sebab kita khawatir dengan adanya Kenaikan BBM yang teramat sering dan juga dengan persentase harga yang tinggi serta tidak diimbangi perbaikan dan pendapatan masyarakat, justru dapat melahirhan konflik horisontal di level-level bawah ". Tutup Azhar
Di tempat terpisah. Ketua Perkumpulan Dan Lembaga Bantuan Hukum Paser, Asfiani Rachman mengatakan. Kecewa atas kebijakan kenaikan BBM karna akan menambah kesengsaraan masyarakat kecil. Khususnya para pedagang menengah ke bawah termaksud para buruh.
"Sebab selain kebijakan kenaikan BBM terbukti selalu diikuti dengan adanya kenaikan harga barang-barang lain. Dalam peristiwa kenaikan BBM yang sangat tinggi kali ini, Pemerintah juga tidak membarengi kebijakannya dalam memperbaiki ekonomi masyarakat bawah seperti peningkatan upah pekerja ". Cetusnya.
Menurut Asfiani, upah pekerja khususnya buruh sejak 3 tahun terakhir, terbukti tidak naik. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan mengumumkan pemerintah akan menghitung kenaikan UMK 2023, kembali mengacu pada PP 36/2021. Dalam artian, besar kemungkina tahun depan upah buruh tetap tidak naik.
Dan alasan lain yang membuat LBH Paser harus ikut menolak kenaikan BBM adalah, karena dari beberapa kajian para aktivis dan pemerhati menerangkan. Pemerintah saat ini terkesan sedang mencari untung diantara kesulitan rakyatnya.
Sebab pemberian uang Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp.150.000 selama 4 bulan kepada masyarakat miskin dan buruh, tampak hanya jadi suatu pemanis agar masyarakat tidak banyak yang protes.
"Apa mungkin uang Rp 600.000 yang dibayarkan 4 X Rp.150.000 bisa menutupi kenaikan harga yang begitu tinggi?. Apalagi kabarnya kenaikan kali ini juga dilakuka saat negara lain sedang menurunkan harga BBM.
"Miisal di Malaysia, tersiar ramai di berita. Dengan ron yang lebih tinggi dari pertalite, namun harga penjualan masih bisa dibandrol lebih murah dari harga BBM kita saat ini. Hingga tidak berlebihan sebagai warga negara, Kami dari LBH Paser meminta Presiden Jokowi menarik kembali kebijakannya yang dirasa tidak pro atas rakyat kecil". Tutur Asfiani.